SELAMAT DATANG

T
erima kasih Anda telah mengunjungi Grafikologia.

Grafikologia menyajikan menu bergizi seputar dunia desain grafis: ada teori desain, gambar, tipografi, strategi komunikasi, konsep visual, retorika visual, budaya visual, strategi media, membahas/memajang karya para mahasiswa dan tak lupa sedikit tips desain. Selamat menikmati grafikologia!

salam saya,

Rene Arthur

22.8.08

TWO IN ONE

Dewasa ini, profesi desainer grafis sedang naik daun. Ini ditandai dengan banyaknya lowongan kerja yang membutuhkan profesi ini, dengan besarnya minat orang mengambil bidang studi desain grafis dan dibukanya jurusan desain grafis dipelbagai perguruan tinggi di tanah air kita. Namun, sayangnya popularitas ini tidak dibarengi dengan gambaran yang utuh tentang apa yang dikerjakan seorang disainer grafis.
Kerapkali desain grafis dipahami atau disejajarkan sebagai ketrampilan menggunakan komputer untuk mendesain. Dunia Desain grafis dewasa ini memang sangat terbantu teknologi komputer, namun ini tidak berarti sebaliknya, bahwa bisa mendesain dengan komputer berarti Anda seorang desainer grafis. Pandangan ini keliru karena memutlakkan kemahiran mendesain dengan komputer sebagai desain grafis. Akibatnya, merasa telah menguasai coreldraw, orang lantas menganggap diri sebagai desainer grafis. Mahasiswa jurusan desain grafispun sering memiliki pandangan serupa. Mereka masuk studio desain grafis dengan harapan akan berurusan dengan komputer, karena dibenaknya desain grafis identik dengan penguasaan komputer. Mahasiswa bingung ketika menemui kenyataan bahwa di jurusan desain grafis mereka diajarkan psikologi sosial, psikologi persepsi, drawing, marketing, sejarah desain, mencampur warna, retorika visual, konsep visual dan riset visual. Apa kaitan semua ini dengan desain grafis? Bukankah desain grafis itu penguasaan sofware grafis komputer? Mengapa jadi rumit begini? Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran yang lebih utuh mengenai desain grafis kepada para mahasiswa di perguruan tinggi. Diharapkan, melalui tulisan ini, masyarakat khususnya mahasiswa dapat lebih mengapresiasi desain grafis. Ada 2 hal esensial tentang desain grafis. Kedua butir ini tidak terpisahkan. Ia ibarat 2 sisi dari satu kepingan uang logam.Bila satu sisi uang logam tak ada maka uang dinyatakan tak sah. Pertama, desainer grafis sebagai form giver. Sebenarnya secara umum inilah tugas seni rupa, apakah itu seni lukis, seni keramik, desain produk, desain tekstil dsbnya. Secara umum, semua jenis seni rupa merupakan kegiatan memberi bentuk atau memberi rupa. Demikian halnya dengan desain grafis, apapun yang dikerjakan, apakah itu tipografi,poster, logo, web site, game, sign system atau kemasan dll merupakan kegiatan memberi bentuk/rupa . Dan ini dimulai sejak awal peradaban. Nenek moyang kita, desainer grafis pertama, berupaya memberi bentuk kepada bunyi ucapan, hasil evolusinya antara lain dapat dinikmati dalam bentuk huruf alfabet latin. Demikian selanjutnya, pada dasarnya kegiatan desain grafis dapat dilihat seperti ini, desainer grafis memberi bentuk/rupa kepada apa didengarnya (cover poster musik). Desainer memberi bentuk kepada apa yang dirasakan lidahnya (contoh kemasan coklat) Desainer grafis memberi bentuk pada wangi harum yang dicium indera penciumannya(kemasan minyak wangi, pengharum pakaian, karbol) Desainer grafis memberi bentuk kepada apa yang dilihatnya, di rabanya, didengar dan dikecap dan diciumnya. Desainer grafis memberi bentuk pada idea, pesan, pikiran, suasana bahkan pada suatu semangat jaman (graphic style). Pada satu sisi desainer grafis merupakan seorang perupa. Ini yang menurut hemat penulis sering dilupakan oleh para desainer grafis. Mereka begitu asyik dengan data data marketing/hasil risetnya dan akhirnya merasa puas setelah berhasil mendesain berdasarkan data riset semata. Di sini desain kehilangan gregetnya. Desain berhenti menjadi aktivitas problem solving semata, yakni apa permasalahannya, buatlah riset dan temukan solusi visualnya, selesai.Segmen ini suka membaca majalah A, B dan C. Jika demikian gunakan ilustrasi seperti ini untuk menjangkau mereka. Akibatnya desain menjadi kering. Kita perlu kembali kepada inti dari pekerjaan kita sebagai seni rupawan. Memang benar desain itu problem solving, namun desain juga form giver. Memberi bentuk yang kreatif dan inovatif. Semua desainer grafis didunia melakukan problem solving, namun desainer besar memiliki kelebihan pada sisi form giver. Mereka menciptakan “bentuk baru” dan segar.Amati para ilustrator dan desainer seperti Marshall Arisman, Brad Holland, Sigeo Fukuda, Milton Glaser, Seymor Chwast. Bagaimana ujudnya? Intisari bentuk yang diolah desain grafis adalah Gambar dan atau Huruf. Ada berbagai media desain.Poster, koran, Iklan,Kaus, grafis ligkungan, brosur, game design. Namun semua ini dapat kita kembalikan ke dalam unsur gambar dan huruf. Gambar dari yang abstrak-non figuratif hingga gambar realistik. Huruf, dari jenis yang spontan ekspresif seperti grafiti, tulisan tangan, kaligrafi, hingga huruf yang mekanis seperti huruf stensil, cetak bahkan digital. Uniknya, bentuk atau form dalam desain grafis singkat sekali usianya. Ada yang usianya hanya beberapa jam seperti Koran, brosur. yang setelah habis dibaca dibuang, ada yang beberapa minggu seperti majalah, poster dan spanduk dan iklan. Disinilah sebenarnya tantangan desainer grafis. Desain yang berhasil bukan hanya sekedar diihat dari form nya yang bagus dan menarik. Tidak berhenti pada kertas poster-logo. Desain dianggap sukses apabila berhasil menggugah,menggerakkan, membujuk pelihat. Artinya bentuk yang diberikannya pada pesan atau gagsan harus mampu menggetarkan, berbicara kepada sasarannya. Seperti anak panah mampu menembus hati. Di sekolah desain kita belajar mengenal dan berlatih dan bergaul dengan bentuk/rupa. Diharapkan kita menjadi fasih bentuk/ melek rupa. Belajar Bentuk/rupa dapat diibaratkan dengan belajar bahasa. Jika belajar bahasa diawali dengan abjad, kata, kalimat dan kemudian belajar mengarang/bicara, demikian pula seni rupa./desain grafis. Di tingkat dasar kita belajar alfabet rupa. Kosakata rupa/Desain/ layout/ navigasi. Kemudian di tingkat selanjutnya kita belajar bagaimana membuat statement visual dalam berbagai konteks media. Kedua, desainer grafis juga berperan selaku problem solver. Desain pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Desain kursi kuliah beda masalahnya dengan desain kursi direktur. Desain pisau daging berbeda problematikanya dengan pisau buah. Mendesain pakaian renang memiliki problematika tersendiri, demikian pula desain pakaian tidur. Lantas apa masalah yang diolah dalam desain grafis? Masalah komunikasi visual/grafis: Misalnya, bagaimana mengkomunikasikan pendidikan seks kepada anak; Bagaimana membuat logo suatu BUMN bercitra profesional dan bebas korupsi? Bagaimana membuat kampanye anti pornografi tanpa menampilkan pornografi? Masalah grafis yang digarap desainer itu amatlah luas. Bukan sekedar problema grafis dalam marketing (iklan), tapi juga problema grafis dalam bidang pendidikan, politik, sosial dan budaya. Itulah sebabnya di sekolah desain grafis terdapat matakuliah psikologi komunikasi, psikologi persepsi, marketing, dstnya. Bila seorang desainer mengolah ‘brief’ dari klien, misalnya membuat logo Bank, yang pertama ia lakukan bukan membuat sketsa logo atau menggambar, tetapi langkah pertama adalah Riset !Bisa riset sederhana atau riset yang kompleks, tergantung proyek yang dihadapi. Riset ini bisa sekadar mengajukan pertanyaan investigatif kepada klien seputar produk/problem desain atau mengumpulkan data verbal, visual, audio sebagai bahan kajian konsep visual desain. Secara sederhana proses desain itu meliputi RISET (brief, pengumpulan data, identifikasi masalah, perumusan masalah), KONSEP (Menentukan solusi, strategi kreatif/media. Minimal ada 3 pertanyaan yang diajukan disini: Apa yang harus disampaikan, Kepada siapa sasarannya dan bagaimana menyampaikannya?), DESAIN (thumbnail, roughs, comprehensive, presentation), PRODUKSI (pelaksanaan desain, naik cetak, launching, distribusi, publikasi dstnya).mediaminimal ada 4 pertanyaan yang harus diajukannya, pertama apa pesan yang harus kusampaikan. Kedua, apa tujuannya? Untuk siapa pesan ini? Terakhir, Bagaimana cara penyampaiannya? Inilah 2 sisi yang saling melengkapi pada desainer grafis. Sisi form giver tampaknya paralel dengan otak kanan, sedang problem solver lebih condong ke otak kiri. Sebab itu suatu karya desain grafis dapat kita telaah dari kedua sisi ini, yakni bagaimana ia memecahkan masalah desain grafis yang ada dan apa bagaimana solusi visualnya? Itulah Two in one: Desainer Grafis Form Giver dan Problem Solver.